Jumat, 28 April 2017

PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN YANG BERBEDA TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BELINGKA (Puntius belinka Blkr)  
YUNEIDI BASRI  

Program Studi Budidaya Perairan  Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta
ABSTRAK Pada pengembangan usaha budidaya ikan, benih merupakan dasar produksi utama, tersedia setiap saat, jumlah yang cukup, dan bermutu baik. Penyebab rendahnya produksi dan kualitas benih ikan yang dihasilkan kurang baik disebabkan karena rendahnya kualitas pakan induk yang diberikan. Untuk mendapatkan benih yang cukup, bermutu baik adalah dengan usaha melakukan perbaikan kualitas pakan induk. Salah satu unsur nutrisi yang harus ada dalam pakan induk untuk meningkatkan reproduksinya adalah protein. Sumber protein yang digunakan dalam membuat pakan selama ini adalah tepung ikan. Permasalahan yang terjadi adalah kelangkaan bahan baku akibat berkurangnya stok ikan dunia, sehingga harga tepung ikan cukup mahal. Oleh karena itu, perlu diusahakan sumber bahan baku lokal baru yang dijadikan alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan pakan tersebut. Pada penelitian ini sumber protein hewani yang digunakan adalah limbah berupa telur dari pengolahan ikan bilih di Danau Singkarak.  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari s/d April 2011 bertempat di Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Padang. Sumatera Barat. Metoda yang digunakan adalah eksprimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 perlakuan dan 10 ulangan. Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan dilakukan analisis ragam, uji Duncan’s. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah: A : pakan ikan dengan kandungan protein 20 %, B : pakan ikan dengan kandungan protein 30 %, dan C : pakan ikan dengan kandungan protein 40 %. Peubah yang diamati yaitu: Kecepatan Waktu Pencapaian Matang Gonad, Indek Ovi Somatik (IOS), dan Fekunditas.  Hasil penelitian dari pemberian pakan dengan kadar protein yang berbeda dalam pakan terhadap tampilan reproduksi induk ikan belingka, adalah pada pemberian pakan kadar protein 40 %, dengan kecepatan waktu pencapaian matang gonad selama 50 hari, indeks ovi somatik 3,195%, danfekunditas 18.367 butir. Hasil analisa varian menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap waktu pencapaian matang gonad, pengaruh nyata terhadap (P<0,05) terhadap fekunditas serta tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap indeks ovi somatik.
PENDAHULUAN Keberhasilan  usaha budidaya ikan, ditentukan oleh mutu pakan induk yang diberikan, agar benih ikan tersedia dalam jumlah yang cukup, bermutu baik serta tersedia setiap saat. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Akhmad et al. 1990; Mokoginta, 1991; Basri, 1997; Yulfiperius, 2003) terlihat bahwa kualitas dari pakan yang diberikan kepada induk ikan akan mempengaruhi perkembangan gonad, fekunditas, daya tetas dan kelangsungan hidup larva. Pakan yang digunakan untuk induk ikan saat ini merupakan pakan komersial untuk
117
pembesaran ikan air tawar, seperti ikan mas dan lele sehingga mutu telur yang dihasilkan rendah. Jadi untuk mendapatkan benih yang cukup, bermutu baik adalah dengan memperbaiki kualitas telur. Kualitas telur dapat ditingkatkan antara lain dengan melakukan perbaikan kualitas pakan induk. Salah satu unsur nutrien pakan yang harus ada dalam pakan induk untuk meningkatkan reproduksinya adalah protein.  Induk sebagai penghasil telur perlu diberi pakan yang baik berkualitas agar menghasilkan benih yang baik. menurut Syafei at al. (1992) bahwa perkembangan gonad dipengaruhi oleh faktor dalam (jenis ikan, dan hormon) dan faktor luar (suhu, makanan, intensitas cahaya dll). Faktor luar yang sering mendapatkan perhatian khusus untuk memacu perkembangan gonad adalah pakan.  Permasalahan dalam membuat pakan yang berkualitas adalah kelangkaan bahan baku akibat berkurangnya stok ikan dunia, sehingga harga tepung ikan cukup mahal. Oleh karena itu, perlu diusahakan sumber bahan baku lokal baru yang dijadikan alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan pakan tersebut.  Salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai penganti tepung ikan adalah telur ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr) merupakan limbah hasil penangkapan nelayan di Danau Singkarak ± 300 kg/hari (Syandri et al. 2008), telur limbah itu dalam bentuk produk tepung sangat dapat dimanfaatkan untuk pengkayaan (enrichment) bahan pakan ikan, terutama untuk meningkatkan daya reproduksi induk dan sebagai pakan larva ikan, karena  mengandung nutrien  antara lain protein, lemak, asam lemak esensial, asam amino esensial, kalsium dan phospor (Syandri et al. 2007).  Hasil kajian tersebut, menarik  untuk diuji cobakan terhadap ikan Belingka yang ada di Danau Singkarak dan mempunyai nilai ekonomis penting. Ikan ini telah didomestikasi dengan sistem keramba jaring apung dan belum berhasil dilakukan pembenihannya.  Berdasarkan permasalahan tersebut dalam rangka pemanfaatan limbah ikan bilih dilakukan penelitian tentang pemberian pakan dengan kadar protein yang berbeda terhadap tampilan reproduksi induk ikan belingka.  
 
118
METODE DAN MATERI PENELITIAN    Bahan dan Alat  Ikan uji yang  digunakan adalah induk betina ikan belingka  sebanyak 30 ekor dengan berat berkisar 80 - 100 g/ekor, dan panjang berkisar 18 - 20 cm.  Induk tersebut diperoleh dari hasil penangkaran selama lebih kurang 1,5 tahun di  Danau Maninjau,  Sumatera Barat.  Wadah Pemeliharaan  Untuk pemeliharaan induk digunakan bak fiber sebanyak 3 unit ( 180 x 75 x 50 cm) dan di isi air setinggi 45 cm yang dilengkapi dengan sirkulasi air, setiap wadah dipelihara  ikan uji (ikan betina)sebanyak 10 (sepuluh) ekor.  Alat  Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, timbangan elektrik dengan tingkat ketelitian 0,01g, petridisk, hand counter, dan beberapa buah ember, seperangkat alat pengukur kualitas air.   Perlakuan dan Rancangan Penelitian  Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 10 ulangan. Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan dilakukan analisis ragam, uji Duncan’s. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah: Perlakuan A : pakan ikan dengan kandungan protein 20 %  Perlakuan B : pakan ikan dengan kandungan protein 30 %  Perlakuan C : pakan ikan dengan kandungan protein 40 %  Komposisi pakan uji yang digunakan disajikan pada tabel berikut ini:  
119
Tabel 1. Komposisi pakan uji dengan kadar  protein yang berbeda.
Jenis Bahan Ransum Pakan
Level Protein Pakan Pellet (%) A B C 20 30 40 Tepung telur ikan Bilih 20,0 40,0 60,0 Ampas tahu 35,0 35,0 20,0 Dedak halus 25,0 10,0 7,0 Tepung terigu 17,0 12,0 10,0 Minyak jagung 2,0 2,0 2,0 Vitamin & mineral mix 1,0 1,0 1,0 Jumlah 100,0 100,0 100,0
Pelaksanaan Penelitian
Pemeliharaan Induk   Induk ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk betina ikan belingka. Induk tersebut diseleksi dari stok yang tersedia, hasil seleksi sebanyak 30 ekor dibagi atas 3 kelompok perlakuan dan 10 ulangan. Semua ikan yang akan diperlakukan diasumsikan berada pada tingkat kematangan gonad I (TKG I).    Pakan uji berbentuk pellet diberikan tiga kali sehari secara adlibitum.  Pemijahan induk ikan belingka  dilakukan apabila sudah terlihat tanda-tanda sekunder kematangan gonad dari induk ikan tersebut. Selanjutnya dilakukan pemijahan secara buatan yaitu dengan cara melakukan rangsangan menggunakan hormon LHRHa (merek dagang ovaprim), dengan dosis 0,5 ml/kg induk. Penyuntikan sebanyak dua kali, pertama dilakukan 1/3 bagian dan  penyuntikan kedua 2/3 bagian (penentu) dilakukan setelah  6 jam dari penyuntikan pertama. Ovulasi terjadi biasanya berlangsung 6-10 jam setelah penyuntikan kedua. Setelah ikan uji ovulasi delakukan stripping (pengurutan lunak) pada bagian perut agar telur keluar. Telur ditampung dalam piring kering kemudian ditimbang untuk dihitung jumlahnya.
Peubah yang Diamati
Kecepatan Waktu Pencapaian Matang Gonad Kecepatan pencapaian matang gonad diukur dengan satuan waktu (hari) yaitu lamanya hari yang dibutuhkan oleh induk ikan untuk mencapai matang gonad, sejak mendapatkan
120
perlakuan sampai siap untuk dipijahkan. Jumlah hari yang diperlukan mulai dari gonad yang kosong (TKG I) sampai matang, dijadikan sebagai parameter kecepatan pencapaian matang gonad.
Indek Ovi Somatik (IOS) Untuk mengetahui hubungan antara bobot telur yang diovulasikan dan bobot tubuh ikan dihitung dengan rumus :
                         x100% tubuhBobot andiovulasik yangtelur Bobot   IOS Bobot telur yang diovulasikan diperoleh dari perbedaan bobot induk sebelum dan sesudah memijah (Hardjamulia, 1987).
Fekunditas
Fekunditas (jumlah telur yang diovulasikan) dihitung dengan metode gravimetri, yaitu dengan cara menimbang telur sebanyak 1 g, kemudian dihitung jumlah telur tersebut. Hasil perhitungan telur dalam jumlah 1 g dikalikan dengan bobot gonad keseluruhan.
Analisa Data  Data yang diperoleh dari hasil penelitian terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Selanjutnya di analisa dengan uji statistik F (Anava). Apabila hasil analisis menunjukkan bahwa F hitung < F tabel pada taraf 95% berarti tidak ada pengaruh pemberian pakan kadar protein yang berbeda  terhadap tampilan reproduksi induk ikan belingka (Puntius belingka Blkr), H0  diterima dan Hi ditolak. Jika F hitung > F tabel pada taraf 95% berarti ada pengaruh pemberian pakan kadar protein yang berbeda  terhadap tampilan reproduksi induk ikan belingka (Puntius belingka Blkr), H0  ditolak dan Hi diterima.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Waktu Pencapaian Matang Gonad  Hasil pengamatan untuk semua perlakuan dan ulangan terhadap kecepatan waktu pencapaian matang gonad induk ikan belingka (Puntius belinka Blkr) rata-rata adalah : perlakuan A, 75  hari, perlakuan B, 66  hari, dan perlakuan C, 50  hari. Hasil analisa varian terlihat bahwa
121
pemberian kadar protein yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap waktu pencapaian matang gonad. Dari uji lanjut Duncan’s berpengaruh nyata antara perlakuan A (kadar protein 20 %), dengan perlakuan B (kadar protein 30 %) dan perlakuan C (dengan kadar protein 40 %). Untuk lebih jelasnya kecepatan waktu pencapaian matang gonad, masing-masing perlakuan disajikan dalam bentk gambar di bawah ini.
  Gambar 1.  Grafik rata-rata lamanya waktu pencapaian matang gonad induk ikan belingka untuk masing-masing perlakuan.
 Dari Gambar  diatas terlihat bahwa semakin tinggi kadar  protein dalam pakan induk,  semakin cepat pula waktu pencapian matang gonad. Hal ini disebabkan kadar protein diberikan kepada induk ikan dapat dimanfaatkannya sebagai sumber energi untuk proses reproduksinya.  Protein merupakan komponen esensial yang dibutuhkan untuk reproduksi. Protein merupakan komponen dominan kuning telur. Terjadinya perbedaan waktu pencapaian matang gonad karena perbedaan level protein di dalam ransum pakan, semakin tinggi level protein maka biosintesis vitelogenesis semakin baik sehingga dapat mempercepat pematangan gonad. Lemak dalam pakan merupakan sumber asam lemak essensial bagi ikan. Pada tubuh ikan, sumber asam lemak merupakan salah satu senyawa fosfolipid membran sel. Watanabe at al. (1991) menyatakan bahwa lemak selain sebagai sumber energi juga digunakan untuk struktur sel, termasuk sel telur. Perbedaan asam lemak linoleat dalam ransum pakan ikan Belingka juga dapat menyebabkan perbedaan morfologi ovari setelah seluruh ikan matang gonad (Azrita et al. 2010). Selain itu, vitamin E yang terdapat dalam ransum pakan mempunyai peranan dalam pembentukan enzim sitokrom P-450 yang
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00
A B C
75,00
66,00
50,00
Waktu Pencapaian Matang Gonad (Hari)
Perlakuan
122
dibutuhkan pada saat biosintesis steroid. Scott (1978) menyatakan apabila terjadi kekurangan vitamin E maka radikal bebas yang berasal dari peroksidasi lipid akan bereaksi dengan senyawasenyawa lainnya melalui perpindahan hidrogen. Melalui reaksi-reaksi tersebut sejumlah unsur jaringan akan menjadi rusak, termasuk komponen-komponen sel struktural dan fungsional, enzim-enzim, selaput-selaput sel. Jadi vitamin E dalam pakan berperan pada sintesa enzim sitokrom P-450 untuk proses sintesa hormon streoid yang berperan dalam proses pematangan oosit. Ketika pembentukan vitelogenesis oleh hati juga tergantung dari ketersediaan enzim sitokrom P-450 untuk proses sintesa protein. Perkembangan gonad akan semakin besar dan matang hingga fase pemijahan. Pada fase tersebut sebagian besar energi yang diperoleh dari hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonadnya. Effendie (1997) menyatakan bahwa tanda utama untuk membedakan kematangan gonad adalah berdasarkan berat gonadnya. Sedangkan berat gonad tergantung pada ukuran ikan dan pertumbuhan gonadnya  Energi yang tersimpan dalam bentuk glikogen dalam hati sebelum masa reproduksi akan diubah menjadi energi pada saat memasuki fase reproduksi, sel memiliki batas tertentu dalam menimbun protein, dan bila mencapai batas ini setiap penambahan asam amino dalam cairan tubuh akan dipecah dan digunakan untuk energi atau disimpan lemak dalam otot, hati dan viseral. Effendie (1979) menyatakan bahwa dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Semakin bertambah berat gonad diimbangi dengan bertambah besar ukurannya. Pakan merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad khususnya ovarium karena pada proses vitelogenesis (akumilasi nutrisi dalam sel telur) membutuhkan nutrien (Syafei et al. 1992). Sedangkan hasil penelitian  Azrita et al. (2010), waktu pencapaian matang gonad yang tercepat pada ikan Belingka yang dipengaruhi oleh dosis asam lemak linoleat yang bersumber dari limbah telur ikan Bilih yaitu pada dosis 4,90% asam lemak linoleat / kg pakan yaitu selama 77 ± 2,36  hari.
Indeks Ovi Somatik (IOS)  Hasil perhitungan rata-rata nilai Indeks Ovi Somatik (IOS). dari masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 2.
123  
Gambar 2.  Grafik hubungan nilai indeks ovi somatik dengan kadar protein yang   berbeda dalam pakan
Dari Gambar  di atas menunjukkan bahwa nilai Indeks Ovi Somatik induk ikan Belingka yang tertinggi adalah pada perlakuan C (40%) dengan rata-rata 3,195%, kemudian diikuti oleh perlakuan B (30%) dengan rata-rata 3,064% dan perlakuan A (20%) dengan rata-rata 2,882%, walaupun secara statistik perbedaan kadar protein dalam pakan induk tidak berpengaruh  terhadap indeks ovi somatic (P > 0,05).
Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi kadar protein yang diberikan kepada induk ikan Belingka memberikan respon yang positif dalam proses vitelogenesis. Aktivitas vitelogenesis ini menghasilkan nilai IOS induk ikan meningkat sesuai dengan kadar protein yang diberikan. Hasil  penelitian Azrita et al. (2010), indeks ovi somatik yang tertinggi pada ikan Belingka yang dipengaruhi oleh dosis asam lemak linoleat yang bersumber dari limbah telur ikan bilih yaitu pada dosis 4,90% asam lemak linoleat / kg pakan sebesar 7,88%.
Bagenal et al. (1971), menyatakan bahwa ikan yang mempunyai nilai IOS lebih kecil dari 20 adalah kelompok ikan yang memijah lebih dari sekali setiap tahunnya. Dari sini dapat diasumsikan bahwa ikan Belingka termasuk yang bernilai IOS kecil sekali sehingga dikategorikan sebagai ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali setiap tahunnya. Semakin berat tubuh ikan diikuti dengan semakin tinggi tingkat kematangan gonad (TKG) dan semakin besarnya nilai IOS. menurut Effendie (1979) indeks ovi somatik akan bertambah besar mencapai maksimal ketika akan terjadi pemijahan. Selanjutnya dikatakan bahwa untuk tingkat kematangan
2,700
2,800
2,900
3,000
3,100
3,200
A B C
2,882
3,064
3,195
Indeks Ovi Somatik (%)
Perlakuan
124
gonad tertentu nilai indeks tidak merupakan suatu nilai melainkan merupakan suatu kisar, sehingga Indeks Ovi Somatik setiap ikan dapat berbeda-beda.
Fekunditas Hasil perhitungan setiap perlakuan dan ulangan rata-rata fekunditas ikan Belingka disajikan pada Gambar 3.  
Gambar 3. Grafik hubungan fekunditas ikan Belingka Dari Gambar di atas terlihat bahwa fekunditas induk ikan Belingka yang diberi pakan dengan kadar protein yang lebih tinggi , secara berurutan yang tertinggi yaitu pada perlakuan C (40%) dengan rata-rata 18.367 butir , perlakuan B (30%) dengan rata-rata 14.226 butir dan perlakuan A (20%) dengan rata-rata 11.978 butir. Hasil analisa varian  membuktikan bahwa pemberian kadar protein yang berbeda berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap fekunditas. Dari uji lanjut Duncan’s menunjukan berpengaruh nyata (P<0,05) antara perlakuan A (kadar protein 20 %), dengan perlakuan B (kadar protein 30 %) dan perlakuan C (dengan kadar protein 40 %).  Perbedaan fekunditas ini disebabkan perbedaan kadar protein dalam pakan (pellet).semakin tinggi protein dalam pakan, maka fekunditas juga semakin tinggi.  Fekunditas erat hubungannya dengan nilai indeks ovi somatik, artinya fekunditas sangat ditentukan oleh indeks ovi somatik. Semakin besar nilai indeks ovi samotik akan diikuti oleh nilai fekunditas.  Perbedaan fekunditas diduga disebabkan oleh perbedaan kadar protein yang diberikan pada induk ikan Belingka. Menurut Syandri et al. (2008) faktor yang menentukan fekunditas ikan adalah mutu pakan. Dalam beberapa penelitian terlihat bahwa nutrien penentu dalam
0,00
5000,00
10000,00
15000,00
20000,00
A B C
11.978
14.226
18.367,8
Fekunditas (butir)
Perlakuan
125
perkembangan induk agar menghasilkan telur yang berkualitas dan kuantitas baik adalah protein, vitamin A, C dan E (Watanabe et al. 1991).  Pada fase vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah jumlah dan ukurannya sehingga ukuran oosit membesar. Jadi pakan yang diberikan selama penelitian bermutu baik akan mengakibatkan oosit dapat berkembang menjadi telur, jika pakan yang diberikan kurang  bermutu maka akan terjadi rearbsorpsi yang menyebabkan fekunditas berkurang dan pematangan telur terlambat (Hardjamulia, 1987). Hasil penelitian Azrita et al. (2010), fekunditas terbesar pada ikan Belingka yang dipengaruhi oleh dosis asam lemak linoleat yang bersumber dari limbah telur ikan Bilih yaitu pada dosis 4,90% asam lemak linoleat / kg pakan.
Kualitas Air  Faktor lingkungan yang utama mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan ikan  adalah suhu, O2 terlarut, amoniak, pH dan alkalinitas.  Suhu air media penelitian adalah 27-28°C, suhu akan mempengaruhi laju metabolisme dan pengeluaran energi pada ikan (Cho et al., 1985). Suhu air akan diiringi oleh peningkatan laju metabolisme yang disebabkan meningkatnya konsumsi pakan sehingga akan meningkatnya pertumbuhan (National Research Council, 1977).  Oksigen terlarut yang cukup sangat diperlukan bagi kehidupan ikan. Kandungan oksigen rendah menyebabkan nafsu makan ikan akan berkurang atau menurun, dan akan mempengaruhi laju pertumbuhan ikan. Kandungan oksigen terlarut 4,21-5,43 ppm masih dapat memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang baik bagi benih ikan, sedangkan oksigen terlarut pada media pemeliharaan adalah berkisar antara 4,3 – 4,8 ppm. Kandungan amoniak pada medi pemeliharaan adalah 0,1 – 0,2, kadar amoniak untuk kehidupan ikan kecil 1 ppm. Batas toleransi kandungan amoniak (NH3) yang baik untuk pertumbuhan ikan adalah 0,00 sampai 0,12 ppm (Affiati & Limm, 1986). Parameter kualitas air secara umum selama penelitian masih layak untuk media pemeliharaan induk ikan Belingka.  
 
126
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemberian kadar protein yang berbeda dalam pakan induk terhadap daya reproduksi ikan Belingka (Puntius belinka Blkr) mempengaruhi kecepatan pencapaian matang gonad, indeks ovi somatik dan fekunditas.  2. Perlakuan yang terbaik untuk mempercepat pencapaian matang gonad, meningkatkan indeks ovi somatik, dan fekunditas adalah pada kadar protein 40%. Untuk meningkatkan daya reproduksi induk ikan Belingka disarankan menggunakan bahan dasar pakan yang bersumber dari tepung telur ikan bilih yang merupakan limbah yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya didaerah danau Singkarak.
DAFTAR PUSTAKA
Affiati, N. & C. Lim. 1986. Pengaruh saat awal pemberian pakan terhadap perttumbuhan dan kelangsungan hidup ikan gurame (Osphronemus gouramy) Bult. Penel. Perikanan Darat. 5 (1) :  23 - 27. Akhmad, S.,  I. Mokoginta., D. Shafrudin & D. Jugadi. 1990. Pengaruh makanan terhadap perkembangan dan pematangan gonad ikan Kowan (Ctenopharyngodon idella). Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat. Fakultas Perikanan IPB.  Azrita; Syandri, H; Basri, Y. 2010. Pemanfaaatan limbah telur ikan Bilih sebagai bahan pakan untuk meningkatkan daya reproduksi ikan Belingka (Puntius belinka Blkr) dan hasil produksi benih secara massal.Laporan Penelitian Universitas Bung Hatta. Basri, Y. 1997. Penambahan Vitamin E Pada Pakan Buatan Dalam Usaha Meningkatkan Potensi Reproduksi Induk Ikan Gutami (Osphronemus Gouramy Lacepede). Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor.  Bagenal, T. B & E. Broun. 1971. Eggs and early life history. In : Ricker. W.E. (ed.), Methods for assessment of fish in fresh water. IPB. Handbook no.3:166-198. Cho, Y., C. B. Cowey & T. Watanabe. 1985. Finfish  Nutrion in Asia. Methodalogical Approaches to Research and Development. IDRC. Ottawa.  Effendie, M.I. 1979.  Metode Biologi Perikanan. Yasaguna. Jakarta.  Hardjamulia, A. 1987. Beberapa aspek pengaruh penundaan dan frekuensi pemijahan terhadap potensi produksi induk ikan mas (Cyprinus carpio L). Disertasi Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. Mokoginta, I. 2000. Kebutuhan asam lemak esensial, vitamin dan mineral dalam pakan induk ikan Patin (Pangasius sutchii) untuk reproduksi.  Laporan Akhir Hibah Bersaing VII/1-2 Perguruan Tinggi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor.  
127
video keren

arus geostrifik pdf

Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh 
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 561  
ANALISIS ARUS GEOSTROPIK PERMUKAAN LAUT BERDASARKAN DATA SATELIT ALTIMETRI 
Sartono Marpaung *) dan Teguh Prayogo *) *) Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh – LAPAN e-mail : tono_lapan@yahoo.com   
Abstract 
Sea current is the movement of sea water horizontally and vertically to achieve equilibrium . The movement occurs as a result of the forces that affect seawater. Dominant currents occur at sea level is geostrophic currents. Geostrophic currents occurs due to the influence of pressure gradient by horizontally and the Coriolis force . With the development of remote sensing technology , geostrophic currents at the sea surface can be recorded using satellite altimetry . The velocity and direction of the geostrophic currents can be determined by calculating the resultant of two main components u and v . In this paper analysis geostrophic currents in the ocean surface  of Indonesia, namely waters of the southern part of Java island using the data from multy satellite altimetry. By determining the resultant of two main components , the analysis shows that the velocity and directions of geostrophic currents were varies. Eddy currents in geostrophic currents can lead the upwelling and downwelling phenomenon . Analysis of eddy currents simultaneously with the sea level anomaly can be used to determine potential zones as fishing ground . Key Words : Geostrophic Currents,  Eddy Currents and Satellite Altimetry
Abstrak
Arus laut adalah pergerakan air laut secara horizontal maupun vertikal untuk mencapai kesetimbangan. Gerakan tersebut terjadi akibat dari gaya yang mempengaruhi air laut. Arus geostropik adalah arus yang dominan terjadi di permukaan laut. Arus geostropik terjadi akibat pengaruh gradien tekanan mendatar dan gaya coriolis. Dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh, arus geostropik di permukaan laut dapat direkam menggunakan satelit altimetri. Kecepatan dan arah dari arus geostropik dapat ditentukan dengan menghitung resultan dari dua komponen utama u dan v. Dalam tulisan ini dilakukan analisis arus geostropik di permukaan laut Indonesia yaitu perairan bagian selatan Pulau Jawa dengan menggunakan data gabungan dari beberapa satelit altimetri. Dengan menentukan resultan dari dua komponen utama, hasil analisis menunjukkan bahwa arus geostropik memiliki kecepatan dengan arah yang bervariasi. Arus eddy dalam arus geostropik dapat mengakibatkan fenomena upwelling maupun downwelling. Analisis arus eddy secara simultan dengan anomali tinggi muka laut dapat digunakan untuk menentukan zona yang berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan.  Kata Kunci : Arus Geostropik, Arus Eddy  dan Satelit Altimetri
1. Pendahuluan
Sirkulasi atau dinamika pada air laut selalu terjadi secara kontinu. Sirkulasi dapat terjadi di
permukaan maupun di kedalaman. Salah satu bentuk dari sirkulasi tersebut adalah arus laut.  Arus laut
adalah pergerakan massa air laut secara horizontal maupun vertikal dari satu lokasi ke lokasi lain untuk
mencapai kesetimbangan dan terjadi secara kontinu. Gerakan massa air laut tersebut timbul akibat
pengaruh dari resultan gaya-gaya yang bekerja dan faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan gaya
gaya yang mempengaruhinya (Brown et al., 1989), arus laut terdiri dari : arus geostropik, arus termohalin,
arus pasang surut, arus ekman dan arus bentukan angin. Arus geostrofik adalah arus yang terjadi di
permukaan laut akibat pengaruh gaya gradien tekanan mendatar dan diseimbangkan oleh gaya coriolis
(Brown et al., 1989). Gaya tekanan mendatar menggerakkan arus dalam arah horizontal dan dalam
pergerakannya akan dipengaruhi oleh gaya coriolis yang timbul akibat rotasi bumi. Arus geostropik  tidak
dipengaruhi oleh pergerakan angin (gesekan antara angin dan udara), sehingga arus geostropik
digolongkan ke dalam arus tanpa gesekan (Pick dan Pond, 1983).
Satelit altimetri adalah satelit yang berfungsi untuk memantau topografi dan dinamika yang terjadi di
permukaan laut. Penggunaan teknologi satelit altimetri telah dimulai sejak t
satelit altimetri sebagai suatu teknik penginderaan jauh selama kurun waktu beberapa dasawarsa terakhir
dapat memberikan informasi yang signifikan dalam pengembangan penelitian terkait fenomena dan
dinamika yang terjadi di laut. Satelit altimetri dapat digunakan untuk pengamatan mengenai perubahan
arus permukaan secara global (Digby, 1999). Dengan beroperasinya beberapa satelit altimetri dapat
diperoleh data-data yang diperlukan untuk kegiatan penelitian terkait dinamika laut seperti
permukaan laut, arus geostropik, angin di permukaan laut dan gelombang laut. Data
dipublikasi untuk digunakan oleh komunitas internasional.
Dengan ketersediaan data dari satelit altimeteri dan terkait dengan pemanfaatannya, dalam m
ini dilakukan kajian tentang arus geostropik. Arus geostropik untuk mendeteksi dan memahami fenomena
yang terjadi di perairan seperti : arus eddy, upwelling dan downwelling. Analisis selanjutnya,
pemanfaatan arus geostropik diarahkan untuk sektor pe
untuk daerah penangkapan ikan.
2. Data dan Metodologi
 Bahan analisis dalam makalah ini adalah data arus geostropik permukaan laut dari satelit altimetri
(gabungan) : Jason-2, Saral dan Cryosat
temporal harian (rata-rata harian dari 7 hari). Sebagai data pendukung digunakan data tinggi muka laut
dan anomalinya dari satelit altimetri yang sama. Sumber data terdapat di
Daerah kajian adalah perairan di bagian selatan Pulau Jawa dengan batas zonal dari 99,4
bujur timur dan batas meridional dari 5,6
didasarkan pada fenomena yang diamati berskala meso dan
Wilayah kajian terletak di belahan bumi selatan, hal ini terkait dengan dampak dari arus eddy yang
terbentuk. Secara rinci wilayah kajian ditampilkan dalam Gambar 2
Gambar 2
Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh
Satelit altimetri adalah satelit yang berfungsi untuk memantau topografi dan dinamika yang terjadi di
permukaan laut. Penggunaan teknologi satelit altimetri telah dimulai sejak tahun 1975. Perkembangan
satelit altimetri sebagai suatu teknik penginderaan jauh selama kurun waktu beberapa dasawarsa terakhir
dapat memberikan informasi yang signifikan dalam pengembangan penelitian terkait fenomena dan
elit altimetri dapat digunakan untuk pengamatan mengenai perubahan
arus permukaan secara global (Digby, 1999). Dengan beroperasinya beberapa satelit altimetri dapat
data yang diperlukan untuk kegiatan penelitian terkait dinamika laut seperti
permukaan laut, arus geostropik, angin di permukaan laut dan gelombang laut. Data
dipublikasi untuk digunakan oleh komunitas internasional.
Dengan ketersediaan data dari satelit altimeteri dan terkait dengan pemanfaatannya, dalam m
ini dilakukan kajian tentang arus geostropik. Arus geostropik untuk mendeteksi dan memahami fenomena
yang terjadi di perairan seperti : arus eddy, upwelling dan downwelling. Analisis selanjutnya,
pemanfaatan arus geostropik diarahkan untuk sektor perikanan yaitu mendeteksi zona yang berpotensi
Bahan analisis dalam makalah ini adalah data arus geostropik permukaan laut dari satelit altimetri
2, Saral dan Cryosat-2. Resolusi spasial data tersebut adalah 0,33o x 0,33
rata harian dari 7 hari). Sebagai data pendukung digunakan data tinggi muka laut
dan anomalinya dari satelit altimetri yang sama. Sumber data terdapat di ftp://aviso.oceanobs.com/
Daerah kajian adalah perairan di bagian selatan Pulau Jawa dengan batas zonal dari 99,4
bujur timur dan batas meridional dari 5,6o sampai 12,9o lintang selatan. Pemilihan wilayah kajian
didasarkan pada fenomena yang diamati berskala meso dan hasilnya lebih jelas di perairan terbuka.
Wilayah kajian terletak di belahan bumi selatan, hal ini terkait dengan dampak dari arus eddy yang
terbentuk. Secara rinci wilayah kajian ditampilkan dalam Gambar 2-1 berikut ini.
Gambar 2-1  Cakupan wilayah kajian penelitian
Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh
Satelit altimetri adalah satelit yang berfungsi untuk memantau topografi dan dinamika yang terjadi di
ahun 1975. Perkembangan
satelit altimetri sebagai suatu teknik penginderaan jauh selama kurun waktu beberapa dasawarsa terakhir
dapat memberikan informasi yang signifikan dalam pengembangan penelitian terkait fenomena dan
elit altimetri dapat digunakan untuk pengamatan mengenai perubahan
arus permukaan secara global (Digby, 1999). Dengan beroperasinya beberapa satelit altimetri dapat
data yang diperlukan untuk kegiatan penelitian terkait dinamika laut seperti : tinggi
permukaan laut, arus geostropik, angin di permukaan laut dan gelombang laut. Data-data tersebut
Dengan ketersediaan data dari satelit altimeteri dan terkait dengan pemanfaatannya, dalam makalah
ini dilakukan kajian tentang arus geostropik. Arus geostropik untuk mendeteksi dan memahami fenomena
yang terjadi di perairan seperti : arus eddy, upwelling dan downwelling. Analisis selanjutnya,
rikanan yaitu mendeteksi zona yang berpotensi
Bahan analisis dalam makalah ini adalah data arus geostropik permukaan laut dari satelit altimetri
x 0,33o dan resolusi
rata harian dari 7 hari). Sebagai data pendukung digunakan data tinggi muka laut
ftp://aviso.oceanobs.com/.
Daerah kajian adalah perairan di bagian selatan Pulau Jawa dengan batas zonal dari 99,4o sampai 115,3o
lintang selatan. Pemilihan wilayah kajian
hasilnya lebih jelas di perairan terbuka.
Wilayah kajian terletak di belahan bumi selatan, hal ini terkait dengan dampak dari arus eddy yang
Arus geostropik di permukaan laut terdiri dari komponen utama yaitu  u dan v. Untuk menentukan
kecepatan dan arah arus geostropik dihitung resultan dari komponen u dan v menggunakan rumus :
  2 2 vuR +=
R : resultan dari vektor u dan vektor v (m/s).
u : kecepatan arus geostropik dalam arah x (m/s)
v : kecepatan arus geostropik dalam arah y (m/s)
Dengan memperhatikan arah arus geostropik yang dihasilkan dapat  ditentukan fenomena arus eddy
ditinjau dari pusaran arus yang terbentuk pada wilayah kajian. Analisis selanjutnya, arus eddy yang
terjadi dalam wilayah kajian dapat menimbulkan dampak terjadinya fenomena upwelling atau
downwelling sesuai arah yang ditimbulkannya dan dilengkapi dengan analisis dari data p
tinggi permukaan laut. Untuk menduga wilayah atau zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) menurut
McGillicuddy et al. (1998) ditinjau dari dua kejadian arus eddy dengan arah yang berlawanan (siklonik
dan antisiklonik), disertai dengan kejadian
fenomena dua arus eddy tersebut berasosiasi dengan pertemuan anomali tinggi permukaan laut yang
positip dengan negatif pada lokasi yang sama, maka zona pertemuan tersebut diduga sebagai zona potensi
penangkapan ikan.  Untuk lebih jelasnya ditampilkan dalam Gambar 2
Gambar 2
Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh
Arus geostropik di permukaan laut terdiri dari komponen utama yaitu  u dan v. Untuk menentukan
kecepatan dan arah arus geostropik dihitung resultan dari komponen u dan v menggunakan rumus :
    Persamaan (2-1)
esultan dari vektor u dan vektor v (m/s).
u : kecepatan arus geostropik dalam arah x (m/s)
v : kecepatan arus geostropik dalam arah y (m/s)
Dengan memperhatikan arah arus geostropik yang dihasilkan dapat  ditentukan fenomena arus eddy
an arus yang terbentuk pada wilayah kajian. Analisis selanjutnya, arus eddy yang
terjadi dalam wilayah kajian dapat menimbulkan dampak terjadinya fenomena upwelling atau
downwelling sesuai arah yang ditimbulkannya dan dilengkapi dengan analisis dari data p
tinggi permukaan laut. Untuk menduga wilayah atau zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) menurut
McGillicuddy et al. (1998) ditinjau dari dua kejadian arus eddy dengan arah yang berlawanan (siklonik
dan antisiklonik), disertai dengan kejadian downwelling/upwelling pada pusat arus geostropik.  Jika
fenomena dua arus eddy tersebut berasosiasi dengan pertemuan anomali tinggi permukaan laut yang
positip dengan negatif pada lokasi yang sama, maka zona pertemuan tersebut diduga sebagai zona potensi
enangkapan ikan.  Untuk lebih jelasnya ditampilkan dalam Gambar 2-2 berikut ini.
-2  Penentuan zona potensi penangkapan ikan
Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh
Arus geostropik di permukaan laut terdiri dari komponen utama yaitu  u dan v. Untuk menentukan
kecepatan dan arah arus geostropik dihitung resultan dari komponen u dan v menggunakan rumus :
Dengan memperhatikan arah arus geostropik yang dihasilkan dapat  ditentukan fenomena arus eddy
an arus yang terbentuk pada wilayah kajian. Analisis selanjutnya, arus eddy yang
terjadi dalam wilayah kajian dapat menimbulkan dampak terjadinya fenomena upwelling atau
downwelling sesuai arah yang ditimbulkannya dan dilengkapi dengan analisis dari data pendukung yaitu
tinggi permukaan laut. Untuk menduga wilayah atau zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) menurut
McGillicuddy et al. (1998) ditinjau dari dua kejadian arus eddy dengan arah yang berlawanan (siklonik
downwelling/upwelling pada pusat arus geostropik.  Jika
fenomena dua arus eddy tersebut berasosiasi dengan pertemuan anomali tinggi permukaan laut yang
positip dengan negatif pada lokasi yang sama, maka zona pertemuan tersebut diduga sebagai zona potensi
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari analisis data yang telah dilakukan terkait dengan pemanfaatan data arus geostropik, digunakan
untuk mendeteksi fenomena atau dinamika  yang terjadi dipermukaan laut, seperti yang ditampilkan
dalam Gambar 3-1 berikut.
Gambar 3-1   (a) Sirkulasi arus geostropik dan (b) pola tinggi muka laut tanggal 10 s/d 16 Januari 2014 di
Tampilan dalam Gambar 3-1 (a) menunjukkan kecepatan dan arah arus geostropik yaitu rata
harian dari tujuh hari pengamatan dari tanggal 10 sampai 16 Januari 2014 di perairan bagian selatan Pulau
Jawa. Kecepatan arus geostropik berkisar anta
Bulatan dengan garis warna merah dan hitam, menunjukkan dua kejadian arus eddy dengan arah yang
berlawanan. Menurut (Martono, 2009a) gerakan arus eddy ada dua jenis yaitu secara siklonik (searah
jarum jam) dan antisiklonik (berlawanan arah jarum jam) di belahan bumi selatan. Bulatan hitam adalah
arus eddy dengan arah putaran berlawanan dengan arah jarum jam dan bulatan merah menunjukkan arus
eddy dengan arah searah jarum jam. Arus eddy dapat menyebabkan t
downwelling sesuai dengan arah putarannya (Martono, 2009b). Arah gerakan arus eddy memiliki dampak
yang berbeda di belahan bumi utara dan belahan bumi selatan. Di belahan bumi utara, eddy akan
menyebabkan  upwelling jika bergera
bergerak searah jarum jam. Sebaliknya, di  belahan bumi selatan, jika  eddy bergerak searah jarum jam
akan menyebabkan upwelling dan jika bergerak berlawanan arah jarum jam akan menyebabkan
downwelling (Stewart 2002a). Selanjutnya Stewart (2002b) menyatakan bahwa arus eddy yang bergerak
searah jarum jam di bumi bagian selatan memiliki ketinggian permukaan di pusatnya lebih rendah
dibandingkan daerah sekitarnya. Sedangkan arus eddy yang bergera
ketinggian air di bagian pusatnya lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Gambar 3
Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh
Dari analisis data yang telah dilakukan terkait dengan pemanfaatan data arus geostropik, digunakan
untuk mendeteksi fenomena atau dinamika  yang terjadi dipermukaan laut, seperti yang ditampilkan
(a) Sirkulasi arus geostropik dan (b) pola tinggi muka laut tanggal 10 s/d 16 Januari 2014 di
perairan bagian selatan Pulau Jawa.
1 (a) menunjukkan kecepatan dan arah arus geostropik yaitu rata
harian dari tujuh hari pengamatan dari tanggal 10 sampai 16 Januari 2014 di perairan bagian selatan Pulau
Jawa. Kecepatan arus geostropik berkisar antara 0 sampai 1,2 m/sekon dengan arah yang bervariasi.
Bulatan dengan garis warna merah dan hitam, menunjukkan dua kejadian arus eddy dengan arah yang
berlawanan. Menurut (Martono, 2009a) gerakan arus eddy ada dua jenis yaitu secara siklonik (searah
m) dan antisiklonik (berlawanan arah jarum jam) di belahan bumi selatan. Bulatan hitam adalah
arus eddy dengan arah putaran berlawanan dengan arah jarum jam dan bulatan merah menunjukkan arus
eddy dengan arah searah jarum jam. Arus eddy dapat menyebabkan terjadinya upwelling maupun
downwelling sesuai dengan arah putarannya (Martono, 2009b). Arah gerakan arus eddy memiliki dampak
yang berbeda di belahan bumi utara dan belahan bumi selatan. Di belahan bumi utara, eddy akan
menyebabkan  upwelling jika bergerak berlawanan arah jarum jam, dan  menyebabkan  downwelling jika
bergerak searah jarum jam. Sebaliknya, di  belahan bumi selatan, jika  eddy bergerak searah jarum jam
akan menyebabkan upwelling dan jika bergerak berlawanan arah jarum jam akan menyebabkan
wnwelling (Stewart 2002a). Selanjutnya Stewart (2002b) menyatakan bahwa arus eddy yang bergerak
searah jarum jam di bumi bagian selatan memiliki ketinggian permukaan di pusatnya lebih rendah
dibandingkan daerah sekitarnya. Sedangkan arus eddy yang bergerak berlawanan arah jarum jam
ketinggian air di bagian pusatnya lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Gambar 3-1 (b) menunjukkan pola
Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh
Dari analisis data yang telah dilakukan terkait dengan pemanfaatan data arus geostropik, digunakan
untuk mendeteksi fenomena atau dinamika  yang terjadi dipermukaan laut, seperti yang ditampilkan
(a) Sirkulasi arus geostropik dan (b) pola tinggi muka laut tanggal 10 s/d 16 Januari 2014 di
1 (a) menunjukkan kecepatan dan arah arus geostropik yaitu rata-rata
harian dari tujuh hari pengamatan dari tanggal 10 sampai 16 Januari 2014 di perairan bagian selatan Pulau
ra 0 sampai 1,2 m/sekon dengan arah yang bervariasi.
Bulatan dengan garis warna merah dan hitam, menunjukkan dua kejadian arus eddy dengan arah yang
berlawanan. Menurut (Martono, 2009a) gerakan arus eddy ada dua jenis yaitu secara siklonik (searah
m) dan antisiklonik (berlawanan arah jarum jam) di belahan bumi selatan. Bulatan hitam adalah
arus eddy dengan arah putaran berlawanan dengan arah jarum jam dan bulatan merah menunjukkan arus
erjadinya upwelling maupun
downwelling sesuai dengan arah putarannya (Martono, 2009b). Arah gerakan arus eddy memiliki dampak
yang berbeda di belahan bumi utara dan belahan bumi selatan. Di belahan bumi utara, eddy akan
k berlawanan arah jarum jam, dan  menyebabkan  downwelling jika
bergerak searah jarum jam. Sebaliknya, di  belahan bumi selatan, jika  eddy bergerak searah jarum jam
akan menyebabkan upwelling dan jika bergerak berlawanan arah jarum jam akan menyebabkan
wnwelling (Stewart 2002a). Selanjutnya Stewart (2002b) menyatakan bahwa arus eddy yang bergerak
searah jarum jam di bumi bagian selatan memiliki ketinggian permukaan di pusatnya lebih rendah
k berlawanan arah jarum jam
1 (b) menunjukkan pola
tinggi permukaan laut pada tanggal 10 s/d. 16 Januari 2014. Tampak bahwa di zona terjadinya arus eddy
dengan arah putaran berlawanan jarum jam (bulatan hitam), di zona yang sama pada tinggi muka laut
(bulatan hitam) terjadi peningkatan ketinggian permukaan laut dan ketinggian tertinggi terdapat pada
pusat pusaran arus eddy. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian arus eddy dengan ara
berasosiasi dengan permukaan laut yang tinggi dan menunjukkan fenomena downwelling. Sebaliknya
arus eddy dengan arah siklonik (bulatan merah), di wilayah yang sama terdapat tinggi muka laut yang
rendah. Hasil tersebut menunjukkan kejadian ar
permukaan laut yang rendah dan menunjukkan fenomena upwelling. Hasil analisis di atas identik dengan
pemaparan sebelumnya (Martono dan Stewart) bahwa di belahan bumi selatan arus eddy dengan arah
siklonik menyebabkan terjadinya fenomena upwelling dan arus eddy dengan arah antisiklon
mengakibatkan fenomena downwelling. Untuk analisis arus eddy di belahan bumi utara, hasilnya
merupakan kebalikan dari yang terjadi di belahan bumi selatan. Gambar 3
hasil analisis dari data satelit altimetri bahwa fenomena arus eddy mengakibatkan terjadinya downwelling
dan upwelling.
Untuk menduga zona yang berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan, dilakukan analisis secara
simultan dengan waktu dan lokasi yang sama antara fenomena arus eddy dengan data pendukung anomali
tinggi permukaan laut, seperti ditampilkan dalam Gambar 3
Gambar  3-2  (a) Tumpang susun arus geostropik dan  anomali tinggi muka laut dan (b) Tumpang susun
arus geostropik dan anomali tinggi muka laut yang negatif tgl 10 s/d 16 Januari 2014.
Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh
tinggi permukaan laut pada tanggal 10 s/d. 16 Januari 2014. Tampak bahwa di zona terjadinya arus eddy
lawanan jarum jam (bulatan hitam), di zona yang sama pada tinggi muka laut
(bulatan hitam) terjadi peningkatan ketinggian permukaan laut dan ketinggian tertinggi terdapat pada
pusat pusaran arus eddy. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian arus eddy dengan ara
berasosiasi dengan permukaan laut yang tinggi dan menunjukkan fenomena downwelling. Sebaliknya
arus eddy dengan arah siklonik (bulatan merah), di wilayah yang sama terdapat tinggi muka laut yang
rendah. Hasil tersebut menunjukkan kejadian arus eddy dengan arah siklonik berasosiasi dengan
permukaan laut yang rendah dan menunjukkan fenomena upwelling. Hasil analisis di atas identik dengan
pemaparan sebelumnya (Martono dan Stewart) bahwa di belahan bumi selatan arus eddy dengan arah
yebabkan terjadinya fenomena upwelling dan arus eddy dengan arah antisiklon
mengakibatkan fenomena downwelling. Untuk analisis arus eddy di belahan bumi utara, hasilnya
merupakan kebalikan dari yang terjadi di belahan bumi selatan. Gambar 3-1 (a) dan (b) m
hasil analisis dari data satelit altimetri bahwa fenomena arus eddy mengakibatkan terjadinya downwelling
Untuk menduga zona yang berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan, dilakukan analisis secara
i yang sama antara fenomena arus eddy dengan data pendukung anomali
tinggi permukaan laut, seperti ditampilkan dalam Gambar 3-2 berikut.
(a) Tumpang susun arus geostropik dan  anomali tinggi muka laut dan (b) Tumpang susun
an anomali tinggi muka laut yang negatif tgl 10 s/d 16 Januari 2014.
Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh
tinggi permukaan laut pada tanggal 10 s/d. 16 Januari 2014. Tampak bahwa di zona terjadinya arus eddy
lawanan jarum jam (bulatan hitam), di zona yang sama pada tinggi muka laut
(bulatan hitam) terjadi peningkatan ketinggian permukaan laut dan ketinggian tertinggi terdapat pada
pusat pusaran arus eddy. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian arus eddy dengan arah antisiklonik
berasosiasi dengan permukaan laut yang tinggi dan menunjukkan fenomena downwelling. Sebaliknya
arus eddy dengan arah siklonik (bulatan merah), di wilayah yang sama terdapat tinggi muka laut yang
us eddy dengan arah siklonik berasosiasi dengan
permukaan laut yang rendah dan menunjukkan fenomena upwelling. Hasil analisis di atas identik dengan
pemaparan sebelumnya (Martono dan Stewart) bahwa di belahan bumi selatan arus eddy dengan arah
yebabkan terjadinya fenomena upwelling dan arus eddy dengan arah antisiklon
mengakibatkan fenomena downwelling. Untuk analisis arus eddy di belahan bumi utara, hasilnya
1 (a) dan (b) menunjukkan
hasil analisis dari data satelit altimetri bahwa fenomena arus eddy mengakibatkan terjadinya downwelling
Untuk menduga zona yang berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan, dilakukan analisis secara
i yang sama antara fenomena arus eddy dengan data pendukung anomali
(a) Tumpang susun arus geostropik dan  anomali tinggi muka laut dan (b) Tumpang susun
an anomali tinggi muka laut yang negatif tgl 10 s/d 16 Januari 2014.
Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 566
Dalam Gambar 3-3 bagian (a) tampak bahwa fenomena dua arus eddy berasosiasi dengan kejadian
pertemuan anomali tinggi muka laut yang tinggi ( positif) dan yang rendah (negatif). Pada bagian (b)
ditampilkan secara tumpang susun antara arus geostropik dengan anomali muka laut yang negatif.
Menurut McGillicuddy et al. (1998b), bahwa zona pertemuan antara dua arus eddy yang berbeda arah dan
berasosiasi dengan pertemuan anomali tinggi permukaan laut yang positif dan negatif merupakan zona
yang berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan. Bulatan hitam dengan garis putus-putus dalam
Gambar 3-3 bagian (b) merupakan zona potensi penangkapan ikan. Cakupan zona yang berpotensi
sebagai daerah penangkapan ikan masih bersifat umum karena tidak disebutkan batas yang jelas (luas
cakupan) saat terjadi pertemuan anomali positif dan negatif. Untuk menentukan batas zona tersebut dapat
dilakukan dengan melakukan survei atau validasi dengan data lapangan yaitu data hasil tangkapan ikan
oleh nelayan di zona tersebut.
Hasil analisis secara menyeluruh menggambarkan bahwa fenomena arus eddy dapat mengakibatkan
terjadinya fenomena upwelling maupun downwelling. Tetapi sebaliknya tidak berlaku, jika terjadi
fenomena upwelling/downwelling belum tentu terjadi arus eddy. Analisis secara simultan antara
fenomena arus eddy yang berlawanan arah (dua kejadian) dengan parameter anomali tinggi permukaan
laut dapat digunakan sebagai indikator untuk menduga zona yang berpotensi sebagai daerah penangkapan
ikan.
4. Kesimpulan
Fenomena arus eddy dalam arus geostropik  mengakibatkan terjadinya fenomena upwelling atau
downwelling sesuai dengan arah arus pusar yang terjadi. Di belahan bumi selatan, arus eddy  dengan arah
siklonik identik dengan fenomena upwelling dan arah antisiklon identik dengan downwelling. Penentuan
zona potensi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mengkombinasikan analisis antara arus eddy
dengan anomali tinggi permukaan laut. Dua kejadian arus eddy dengan arah berlawanan dan disertai
dengan pertemuan anomali positif dengan negatif di wilayah sama dengan kejadian arus eddy, zona
tersebut diduga sebagai wilayah yang berpotensi untuk daerah penangkapan ikan.  
5. Daftar Rujukan
Brown et al. 1989. Ocean Circulation. New York. Pergamon Press.
Digby, S. 1999. Use of Altimeter Data. Jet Propulsion Laboratory, California Institute of Techology,
Pasadena, California.
Martono. 2009. Karakteristik dan Variabilitas Bulanan Angin Permukaan di Perairan Samudera Hindia.
Makara Sains Vol. 13 No. 2, hal 157-162.
McGillicuddy, D. J.jr. et al. 1998. Influence of mesoscale eddies on new production in the Sargasso Sea.
Nature, 394, 263–266.
Pond and Pickard. 1983. Introductory Dynamical Oceanography. Pergamon Press, Oxford.
Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 567

APLIKASI PENGHASIL UANG TERBAIK DI 2020 hallo sahabat keren...... ini dia aplikasi penghasil uang yang anda cari-cari selama ini ...